Pasien yang Terindikasi Tidak Layak Terbang (Not Fit to Fly)
Berikut penjelasan tentang pasien yang terindikasi tidak layak terbang, dalam konteks transportasi medis melalui udara, baik menggunakan pesawat komersial maupun air ambulance.
Pasien yang Tidak Layak Terbang (Not Fit to Fly)
Transportasi udara untuk pasien memerlukan pertimbangan medis yang sangat hati-hati, karena kondisi di udara berbeda dari darat: tekanan udara menurun, kadar oksigen lebih rendah, dan ruang serta fasilitas medis sangat terbatas. Dalam beberapa kondisi, penerbangan justru bisa memperburuk keadaan pasien. Oleh karena itu, ada kriteria medis tertentu yang menjadikan seseorang tidak layak terbang kecuali menggunakan air ambulance dengan dukungan ICU lengkap dan tim medis terlatih.
Berikut ini adalah kondisi medis yang umumnya dianggap tidak layak untuk terbang:
- Pneumotoraks yang Belum Diatasi
Pneumotoraks adalah kondisi di mana terdapat udara dalam rongga pleura (antara paru-paru dan dinding dada), yang menyebabkan paru-paru kolaps. Dalam penerbangan, perubahan tekanan kabin bisa menyebabkan udara dalam rongga tersebut mengembang, memperburuk kondisi. Pasien dengan pneumotoraks yang belum dipasang selang dada (chest tube) tidak boleh terbang. Pasien baru dianggap aman terbang setelah pemasangan chest tube dan pemantauan menunjukkan tidak ada tanda-tanda pneumotoraks aktif, umumnya setelah 24 hingga 48 jam stabil.
- Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pasien dengan cedera otak, perdarahan otak, stroke berat, atau tumor otak yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam tengkorak (intrakranial) berada dalam risiko besar saat terbang. Tekanan udara yang menurun selama penerbangan bisa memperburuk pembengkakan otak, meningkatkan risiko herniasi otak, kejang, dan penurunan kesadaran mendadak. Oleh karena itu, pasien seperti ini harus distabilisasi dulu sebelum dipertimbangkan untuk transportasi udara.
- Serangan Jantung Akut atau Gagal Jantung yang Tidak Stabil
Pasien yang baru mengalami serangan jantung (infarct miokard akut) atau dalam kondisi gagal jantung yang tidak stabil tidak layak terbang dalam waktu dekat. Mereka memerlukan waktu untuk stabilisasi kardiovaskular, biasanya minimal 7 hingga 14 hari, tergantung tingkat keparahannya. Terbang dalam kondisi tidak stabil bisa menyebabkan gangguan irama jantung, penurunan tekanan darah, atau bahkan henti jantung.
- Pasien dalam Keadaan Syok atau Ketidakstabilan Hemodinamik
Pasien dalam keadaan syok, baik karena perdarahan, infeksi berat (sepsis), maupun penyebab lain, sangat berisiko untuk diterbangkan. Dalam kondisi ini, tubuh mengalami gangguan perfusi organ, dan fluktuasi tekanan udara dapat memperparah kondisi tersebut. Penerbangan hanya mungkin dilakukan jika pasien sudah stabil dengan dukungan obat vasoaktif, cairan intravena, dan pemantauan ketat yang biasanya hanya tersedia di ICU atau air ambulance.
- Pasien dengan Perdarahan Aktif
Pasien yang mengalami perdarahan, baik internal maupun eksternal, seperti perdarahan saluran cerna, hemoptisis (batuk darah), atau perdarahan karena trauma, tidak layak terbang karena risiko bertambahnya perdarahan akibat penurunan tekanan atmosfer. Di udara, kondisi semacam ini sulit ditangani karena terbatasnya akses alat medis, transfusi darah, dan fasilitas pembedahan.
- Pasien Pasca Operasi Besar
Pasien yang baru menjalani operasi besar, terutama operasi otak, perut, dada, atau ortopedi besar, sebaiknya tidak langsung diterbangkan. Operasi besar sering menyisakan udara terperangkap dalam tubuh (misalnya setelah laparotomi atau torakotomi), dan udara ini bisa mengembang saat tekanan kabin menurun, menyebabkan komplikasi serius seperti emboli udara atau nyeri hebat. Pasien biasanya perlu menunggu minimal 5 hingga 10 hari atau sampai dokter menyatakan stabil dan bebas komplikasi.
- Pasien dengan Penyakit Menular yang Mudah Menyebar
Pasien dengan penyakit infeksi menular melalui udara, seperti tuberkulosis aktif, flu burung, atau COVID-19 dalam fase akut, tidak diizinkan terbang dengan penerbangan komersial untuk mencegah penyebaran penyakit. Dalam kondisi darurat, evakuasi hanya bisa dilakukan dengan pesawat khusus medis dengan isolasi ketat dan protokol pengendalian infeksi.
- Bayi Prematur atau Baru Lahir dengan Gangguan Pernapasan
Bayi yang lahir prematur atau baru lahir dengan gangguan pernapasan tidak boleh diterbangkan dalam 7 hari pertama kecuali dengan dukungan peralatan neonatal transport yang lengkap. Paru-paru mereka belum berkembang sempurna, dan lingkungan kabin dengan kadar oksigen rendah bisa menyebabkan hipoksia berat.
- Pasien dengan Gangguan Psikiatri Berat yang Belum Stabil
Pasien dengan gangguan psikiatri berat, seperti psikosis aktif, agresivitas ekstrem, atau risiko bunuh diri, tidak boleh diterbangkan dalam kondisi tidak terkontrol. Perjalanan udara dapat memperburuk kecemasan, disorientasi, dan memicu tindakan berbahaya. Jika benar-benar perlu diterbangkan, mereka harus distabilkan terlebih dahulu dan didampingi oleh tenaga kesehatan dengan persiapan obat penenang.
- Pasien dalam Keadaan Terminal Tanpa Dukungan Paliatif Memadai
Pasien yang berada dalam fase terminal (end-stage) suatu penyakit, terutama dengan gejala berat seperti nyeri yang tidak terkontrol, sesak napas parah, atau kesadaran menurun, tidak layak terbang tanpa pengawalan tenaga medis dan dukungan peralatan paliatif yang memadai. Penerbangan dalam kondisi ini bisa menimbulkan penderitaan yang tidak perlu dan berisiko menyebabkan kematian selama perjalanan.
Pertimbangan Penting
Sebelum memutuskan membawa pasien menggunakan transportasi udara, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh oleh dokter, termasuk pengisian formulir MEDIF (Medical Information Form) untuk maskapai, bila menggunakan pesawat komersial. Untuk pasien dengan risiko tinggi, biasanya disarankan menggunakan pesawat evakuasi medis (air ambulance) yang sudah dilengkapi fasilitas ICU dan kru medis terlatih. Evaluasi ini tidak hanya mencakup kondisi medis, tapi juga durasi perjalanan, ketinggian penerbangan, kemungkinan turbulensi, dan logistik alat medis yang akan digunakan.