Transplantasi Ginjal di Indonesia: Solusi Nyata yang Masih Belum Merata
Jakarta, 10 April 2025 – Transplantasi ginjal kini menjadi harapan utama bagi ribuan pasien gagal ginjal kronis di Indonesia. Namun meskipun teknologi dan keahlian medis telah tersedia, proses untuk mendapatkan layanan ini masih penuh tantangan: mahalnya biaya, keterbatasan fasilitas rumah sakit, serta minimnya jumlah donor yang tersedia.
Biaya Transplantasi Masih Jadi Beban Berat
Biaya untuk satu kali transplantasi ginjal di Indonesia diperkirakan berkisar antara Rp 250 juta hingga Rp 500 juta. Angka ini mencakup pemeriksaan pra-transplantasi, operasi, rawat inap, serta obat-obatan imunosupresan yang wajib dikonsumsi pasien seumur hidup. Meskipun BPJS Kesehatan menanggung sebagian besar biaya untuk kasus tertentu, tidak semua pasien bisa mengakses layanan ini secara gratis.
Beberapa komponen yang biasanya ditanggung pasien antara lain:
- Tes kecocokan donor-penerima
- Obat khusus pasca transplantasi
- Biaya non-medis seperti akomodasi keluarga dan transportasi
“Pasien sering datang dengan semangat tinggi, tapi mundur saat tahu total biaya yang harus disiapkan,” ujar dr. Rini Marwan, Sp.PD-KGH, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Rumah Sakit yang Menyediakan Layanan Transplantasi Ginjal
Saat ini, hanya sejumlah rumah sakit besar di Indonesia yang memiliki fasilitas lengkap dan tim multidisiplin untuk transplantasi ginjal. Beberapa di antaranya adalah:
- RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta, yang merupakan pionir transplantasi ginjal di Indonesia dan menangani kasus terbanyak.
- RSUD Dr. Soetomo di Surabaya, rumah sakit rujukan untuk wilayah Indonesia timur yang secara aktif mengembangkan transplantasi dengan donor keluarga.
- RSUP Dr. Kariadi di Semarang, yang dikenal dengan sistem konseling dan edukasi pendonor yang menyeluruh.
- RSUP Sanglah di Denpasar, melayani pasien dari Bali, NTB, dan NTT dengan dukungan teknologi ICU mutakhir.
- RSUP M. Djamil di Padang, sebagai rumah sakit rujukan di wilayah Sumatera bagian tengah dan barat.
Fasilitas transplantasi ginjal juga tengah dikembangkan di beberapa rumah sakit pendidikan lainnya di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan.
Minimnya Donor Masih Jadi Hambatan Utama
Prosedur transplantasi tidak bisa dilakukan tanpa pendonor ginjal yang cocok. Di Indonesia, donor biasanya berasal dari keluarga kandung atau pasangan. Donor dari luar keluarga diperbolehkan, namun harus melalui proses panjang yang melibatkan persetujuan etik, pengadilan, serta evaluasi psikologis.
Donor dari orang yang sudah meninggal dunia (kadaver) sebenarnya memungkinkan, namun sistem pendataan dan distribusi organ di Indonesia belum optimal. Tidak adanya bank organ nasional menjadi salah satu penyebab rendahnya transplantasi dari donor kadaver.
“Masyarakat kita belum terbiasa dengan konsep donor organ setelah meninggal. Padahal potensi itu besar,” ungkap dr. Anggi Wicaksono dari RS Kariadi Semarang.
Langkah Pemerintah dan Harapan ke Depan
Melalui UU Kesehatan 2023, pemerintah berkomitmen membangun sistem transplantasi nasional yang lebih kuat. Rencana kebijakan yang sedang disusun meliputi:
- Pembentukan registri donor organ nasional
- Insentif bagi rumah sakit yang membuka layanan transplantasi
- Subsidi obat imunosupresan pasca operasi
- Edukasi publik untuk meningkatkan kesadaran donor organ
Kementerian Kesehatan juga tengah menjajaki kerja sama internasional untuk pelatihan tenaga medis dan pengadaan alat-alat transplantasi yang lebih terjangkau.
“Kami ingin agar setiap pasien punya kesempatan untuk hidup lebih baik. Transplantasi bukan hanya teknologi, tapi bentuk kepedulian antarmanusia,” kata dr. Yuni Herawati dari Kemenkes RI.
Kesimpulan
Transplantasi ginjal adalah harapan nyata bagi pasien gagal ginjal kronis, tetapi tantangannya masih besar: biaya tinggi, rumah sakit terbatas, dan minimnya donor. Dengan dukungan kebijakan dan kesadaran masyarakat, masa depan transplantasi ginjal di Indonesia bisa menjadi lebih adil, merata, dan menjangkau lebih banyak nyawa yang menanti.